Bersiap Menata Ruang Pesisir Labuan Bajo

Labuan Bajo dikenal sebagai lokasi transit sebelum menuju Pulau Komodo maupun Pulau Rinca. Lokasinya yang tergolong strategis tersebut mendorong pembangunan infrastruktur yang semakin ekstensif. Saat ini perluasan bandara tengah dilakukan untuk mengantisipasi kunjungan wisatawan yang kian bertambah. Pembangunan jalan akses menuju bandara maupun objek daya tarik wisata juga tengah dilaksanakan. Kini, sepanjang pesisir telah berdiri hotel, homestay, dan akomodasi wisata. Begitu juga restoran dan ritel kecil yang memenuhi kebutuhan baik penduduk lokal maupun wisatawan.

Menyempatkan diri berbicara dengan pengemudi ojeg yang juga warga lokal, sebagian lahan yang berada pada koridor jalan di pesisir telah dikuasi oleh orang nonlokal. Beberapa diantaranya berasal dari Jawa, Bali, maupun NTB. Melalui perantaraan orang lokal, warga negara asing pun dapat memiliki lahan. Tidak mengherankan, terdapat wisatawan yang tujuan utamanya adalah mencari peluang investasi melalui pembangunan akomodasi dan sarana pariwisata lainnya. Kunjungan wisatawan jenis ini lebih lama dari yang biasa karena memerlukan observasi yang dibantu oleh orang lokal atau menilai penawaran.

Menikmati alam pesisir Labuan Bajo merupakan pengalaman yang tidak ada duanya. Kondisi alam yang masih asri dan intensitas pembangunan yang masih rendah sangat ideal dikunjungi bagi wisatawan yang ingin menyepi sejenak dari kehidupan perkotaan. Tidak seperti lokasi wisata pantai di Bali maupun Nusa Tenggara Barat (NTB) yang hampir telah mengkota, Labuan Bajo menawarkan daya tarik perdesaan yang lebih kentara. Potensi wisata juga tidak terbatas hanya penikmatan alam pantai, tetapi juga keragaman dan corak budaya lokal yang unik.

Dengan semakin tingginya minat wisata ke kawasan yang merupakan bagian dari KSPN (Kawasan Strategis Pariwisata Nasional), ke depan akan semakin meningkatkan minat investasi. Pengaturan terhadap tata ruang dan pengelolaan lingkungan kawasan harus mendahului pembangunan dan investasi oleh sektor swasta. Apabila hal ini tidak diantisipasi, maka kejenuhan pembangunan akan meningkat yang justru menurunkan daya tarik kawasan. Saat ini sejumlah pantai telah "dimiliki" oleh para pengembang akomodasi yang menutup akses kepada warga lokal. Dengan demikian, tidak terjadi persoalan sosial dan lingkungan yang sama yang telah dialami oleh destinasi wisata lainnya.

Pemandangan sepanjang pesisir ke arah pelabuhan Labuan Bajo 

Pemandangan pada salah satu hotel yang memanfaatkan keindahan pantai Labuan Bajo







Pelabuhan Labuan Bajo dan Transformasi Sebuah Kota Nelayan

Perjalanan menuju Labuan Bajo, di ujung Barat Pulau Flores di Nusa Tenggara Timur (NTT), melalui perjalanan udara nampaknya bukan sesuai yang sulit saat ini. Setidaknya ada 2 kali penerbangan yang dilayani oleh Garuda Indonesia dengan kapasitas 70 kursi dari Denpasar. Rute ini termasuk baru, meskipun lebih awal telah dirintis oleh maskapai penerbangan BUMN lain. Terdapat pula penerbangan lainnya yang dilayani dengan pesawat berkapasitas rendah dari berbagai kota di pulau-pula sekitarnya. Laboan Bajo juga menjadi lokasi transit penerbangan menuju ke arah timur Indonesia, seperti Ende, Maumere, maupun Tambolaka.

Pilihan menggunakan pesawat terbang bukanlah satu-satunya. Moda transportasi lainnya yang tersedia adalah kapal laut yang tepat berlabuh di Labuan Bajo. Bergantung dari kondisi cuaca, perjalanan dengan moda laut juga salah satu pilihan yang layak dipertimbangkan oleh wisatawan dengan masih tingginya biaya perjalanan dengan menggunakan pesawat terbang. Pelabuhan ini juga menjadi tempat wisatawan menambatkan perahunya menunggu waktu melaut. Untuk mengunjungi pulau-pulau yang menjadi daya tarik snorkelling dan menyelam (diving), serta komodo di Pulau Komodo dan Pulau Rinca dapat dengan menyewa perahu wisata yang tersedia.

Sampai saat ini, Pelabuhan Labuan Bajo melayani lalu lintas antarpulau melalui pelayaran ferry. Pulau-pulau yang dihubungkan antara lain Sumbawa, Bali, dan Sulawesi. Pelayaran berlangsung antara seminggu sekali maupun dua minggu sekali. Pelabuhan berdekatan dengan pasar yang memang menjual kebutuhan sehari-hari dan termasuk ikan tangkapan para nelayan. Pada malam hari pelabuhan diubah menjadi lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) yang menjual makanan dari sejenis sea food, goreng ayam, maupun aneka masakan lain. Keluar dari kompleks pelabuhan menuju pusat perkantoran melalui Jalan Soekarno Hatta, pengunjung melalui deretan toko, restoran, bank, dan penginapan kecil yang disediakan bagi backpackers.

Pada September 2013, Laboan Bajo menjadi lokasi penyelenggaraan Sail Komodo, melengkapi predikat sebagai Keajaiban Alam Dunia dari New7Wonder pada tahun 2012. SebelumnyaUnited Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) telah mengakui Pulau Komodo sebagai warisan alam dunianatural world heritage, pada 19 Desember 1991. Dari kota nelayan, Labuan Bajo telah menjadi pusat wisata. Harga lahan di sekitar kota pun telah meningkat pesat. Sejumlah investor mulai melirik potensi wisata di daerah tersebut dengan membangun fasilitas akomodasi dan usaha jasa pariwisata. Lahan sepanjang pesisir sejajar dengan pelabuhan telah beralih tangan kepada orang luar termasuk diantaranya wisatawan asing. Akses menuju pantai yang indah pun terhalangi oleh deretan beberapa hotel yang baru-baru saja dibangun. Proses transformasi ini nampaknya luput dari perhatian.

Perahu nelayan yang tengah ditambatkan 
Suasana pelabuhan pada saat matahari terbenam