Meretas Jalan Menuju Perbatasan Negara

Kawasan perbatasan negara (katastara) darat di Sajingan Besar, Kabupaten Sambas, seyogyanya menjadi "beranda" dari sebuah "halaman rumah" negara. Kawasan ini berbatasan dengan Sarawak, Malaysia, yang sudah lebih baik dalam penataan kawasannya. Saat ini, sebagai kawasan perbatasan Sajingan Besar memiliki aksesibilitas yang rendah dan kondisi sosial masyarakat yang tertinggal dibandingkan daerah lain di Indonesia maupun daerah di negara tetangga.

Selepas dari Kota Sambas menuju pintu gerbang perbatasan, PPLB Arok, dengan menggunakan kendaraan bermotor dapat dianggap perjuangan melawan kondisi jalan yang tidak seluruhnya baik. Jalan tidak dibangun dengan perkerasan aspal maupun beton secara merata. Beberapa segmen adalah jalan tanah dengan kondisi yang hampir tidak dapat dilalui pada kondisi hujan. Pelalu lintas pun dituntut lebih waspada karena potensi longsor pada beberapa lokasi. Jalan di kawasan memiliki lebar rata-rata 6 m dan merupakan jalan dengan status jalan nasional. Lokasi dibangunnya jalan adalah perbukitan dan hutan, sehingga kondisi geometrik jalan pun tergolong sulit.





Sementara itu, sebagian besar jembatan adalah jembatan yang terbuat dari kayu ulin dengan teknologi sederhana. Jembatan ini dibangun pada sungai sempit dan danggal yang membelah kawasan. Jembatan-jembatan menjadi infrastruktur vital bagi konektivitas untuk menciptakan keterhubungan dengan wilayah lainnya. Sebagian jembatan kayu dalam kondisi rusak yang salah satunya disebabkan oleh kendaraan berat yang mengangkut hasil perkebunan kelapa sawit. 


















Pola permukiman menyerupai ribbon development atau pembangunan pita dengan sarana sosial dan ekonomi, seperti gereja dan pertokoan, yang sebagian besar terletak di sepanjang jalan. Dengan demikian, aktivitas penduduk  cenderung terkonsentrasi di sepanjang jalan menuju pintu perbatasan. Jarak antara badan jalan dan pagar rumah (Rumaja) relatif dekat sekitar 3 m dan tanpa pengendalian pemanfaatan ruang yang menjaga keselamatan pelalu lintas maupun pejalan kaki.


















Waktu tempuh perjalanan atau aksesibilitas fisik dari tiap pusat desa menuju fasilitas pendidikan dan kesehatan tidak merata. Ada desa yang untuk mencapai fasilitas kesehatan terdekat harus menempuh jarak lebih dari 10 km. Untuk fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, penduduk yang tinggal di Desa Sebunga yang berada di ujung berbatasan dengan Sarawak harus menempuh jarak hampir 100 km menuju rumah sakit terdekat. 


















Menjelang PPLB Aruk, kondisi jalan sudah semakin baik. PPLB ini dibangun sebagai pintu gerbang menuju negara tetangga dan sebaliknya. PPLB Aruk baru melayani lintas batas orang. Pelintas batas umumnya adalah TKI yang bekerja di Serawak pada sektor perkebunan. PPLB Aruk belum melayani pelintas batas dengan menggunakan kendaraan, sehingga mereka yang hendak melanjutkan perjalanan harus menyewa kendaraan dari desa di negara tetangga. Kesiapan infrastruktur di Indonesia masih belum dapat melayani (Custom, Immigration, Quarantine) CIQ secara memadai, sehingga PPLB Aruk belum memberikan manfaat yang maksimal.

Sebagai beranda, kawasan perbatasan kita masih perlu berbenah agar semakin menarik dan dilirik sebagai lokasi industri dan perdagangan. Adanya investasi dalam pembangunan berupa jalan akan menjadi pengungkit bagi daya tariknya. Saat ini, upaya pembangunan infrastruktur masih terus dilakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar