Jalur Kereta Api yang Tergilas Pembangunan Jalan

Ketika Toll Trans Java sedang dibangun, sekian misi barangkali sudah terbayang akan segera diwujudkan oleh pemerintah. Pembangunannya akan dapat mendorong pewujudan Trans Asia dan ASEAN Highway sampai dengan Koridor Ekonomi Indonesia (KEI) dalam MP3EI. Disamping itu, keberadaan jalan ini akan menjadi tulang punggung perekonomian di Pulau Jawa. Trans Asia dan ASEAN Highway sudah muncul lebih dulu dengan rencana yang diisiasi oleh UNESCAP, komisi sosial ekonomi di bawah PBB untuk kawasanAsia Pasifik, pada tahun 1990-an. Sementara itu, KEI muncul belakangan pada tahun 2011. Seakan hal ini merupakan pertanda bahwa transportasi darat kita akan lebih berat didukung oleh jalan.

Jawa yang merupakan pulau dengan luas hanya seperenam luas seluruh daratan Indonesia, menampung hampir 60% penduduk Indonesia. Pulau yang juga menjadi basis pertanian pangan dan industri di Indonesia sejak dahulu, kini pun mulai kehilangan lahan produktif. Sejumlah pakar mengatakan bahwa kondisi ini adalah akibat pesatnya urbanisasi yang mendorong tumbuhnya kota-kota dan pembangunan transportasi yang mengandalkan pada kendaraan bermotor. Saat ini, panjang jalan di Jawa dan Sumatera mencapai 2 kali lipat panjang jalan di Sulawesi dan 3 kali lipatnya dari Kalimantan. Kondisi ini menegaskan pembangunan jalan mengikuti perkembangan ekonomi yang memang sangat pesat di Pulai Sumatera dan Jawa.

Secara perlahan, jaringan rel kereta yang terbangun sejak zaman kolonial Belanda mulai dilupakan keberadaannya. Pada awal abad ke-21, perjalanan antara Jakarta - Bandung sudah tidak mengandalkan kereta lagi, tetapi kendaraan minibus dengan kapasitas sampai 10 orang per trip melalui tol Cipularang. Jalan mendatangkan keuntungan privat yang luar biasa besar, misalnya: tarif perjalanan lebih murah, lebih nyaman dilengkapi AC dan tempat duduk eksklusif, point to point advantage, dan lain-lain. Dari sudut pandang penyediaan infrastruktur, jalan bisa lebih mahal karena terdapat perhitungan atas pemeliharaan aset, frekuensi kecelakaan, dan beban kemacetan di kota-kota yang terhubungkan.

Saat ini, jaringan rel yang ada tetap mengingatkan tentang basis perkembangan kota-kota di Jawa yang lebih dahulu diwadahi oleh rangkaian lokomotif dan gerbong yang melalui. Jaringan rel yang membelah kota-kota menjadi counter culture dari perilaku bertransportasi yang lebih mengandalkan jalan (road base). Bisa juga terjadi karena keterpaksaan atau istilahnya dalam bidang transportasi "captive users" atau dapat menjadi pilihan yang rasional. Pengalaman saya ketika menjelajahi Bandung-Yogya-Solo-Surabaya dalam semalam: dibandingkan menghabiskan uang dan waktu dengan menggunakan mobil untuk menempuh jarak hampir 1.000 km, saya lebih memilih untuk menikmati dan merasakan sensasi derap roda gerbong sepanjang jalur kereta api yang sudah tertanam lebih 100 tahun lampau.

  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar