Kota Lembang yang Semakin Panas

Kota Lembang terletak di utara Kota Bandung dengan jarak sekitar 20 km. Meskipun berada pada wilayah kabupaten yang berbeda, akses menuju Kota Lembang merupakan koridor jalan yang padat dengan aktivitas, sehingga sulit memisahkan perkembangan kedua kota karena adanya interaksi guna lahan yang intensif. Sebagian penduduk yang bermukim di Kota Lembang bekerja di Kota Bandung dan sebaliknya.

Dahulu, sekitar 20 tahun yang lampau, Kota Lembang terkenal dengan iklimnya yang bersuhu rata-rata lebih rendah dibandingkan sekitarnya karena berada di ketinggian. Dengan sejumlah objek wisata di sekitarnya, seperti Tangkuban Perahu dan Maribaya, kawasan perkotaan Lembang menjadi salah satu destinasi wisata di Provinsi Jawa Barat yang ternama.

Saat ini, pembangunan kawasan yang tidak terkendali telah mengurangi tutupan lahan. Konversi lahan berlangsung intensif dari perkebunan dan hutan menjadi perumahan, pertokoan, hotel, dan restoran. Observatorium Bosscha, komplek pengamatan bintang yang penting, tengah berjuang agar fungsinya tetap dapat dipertahankan akibat gangguan polusi cahaya dari aktivitas perkotaan.

Pada akhir pekan, wisatawan berdatangan ke Kota Lembang dengan menggunakan kendaraan pribadi. Jalan yang menghubungkan Kota Bandung dan Kota Lembang dipadati dengan kendaraan. Kemacetan dan polusi udara menjadi 'pemandangan' yang sebenarnya tidak menarik bagi para wisatawan tersebut.

Ekonomi kota memang berkembang dengan pesat yang ditunjukkan oleh tumbuhnya retail dan aktivitas pendukung wisata. Namun, corak pembangunan ini rasanya tidaklah benar mengingat Kota Lembang adalah water catchment area bagi kawasan Cekungan Bandung.

Lalu lintas yang padat menyebabkan kerusakan lingkungan karena polusi yang mencemari udara, serta tanah dan perairan secara tidak langsung. Efek rumah kaca pun kian terasa karena akumulasi gas tersebut di atmosfer. Menyeimbangkan antara aspek pembangunan dan ekonomi adalah tantangan bagi kota untuk dihadapi. Sayangnya, pemerintah daerah baik Provinsi dan daerah pada titik waktu ini telah kalah dalam pergulatan klasik yang basil dari proses kerusakan telah umum diketahui. Reaksi dalam bertindak masih belum memadai sebagaimana melihat iklim yang berubah di kota tersebut.

Mengamati perkembangan Kota Lembang, kita diingatkan pada fenomena 'boiled frog syndrome'

Tidak ada komentar:

Posting Komentar